Segera Menulis Wasiat
Islam agama yang mengajarkan tarbiyah yang sangat komplek kepada anak-anak. Begitu banyak ayat dan hadist yang memuat bagaimana mendidik anak dari kecil bahkan saat masih dalam kandungan, hingga dewasanya. Maka anak yang baik karena tumbuh dalam keluarga yang baik dan begitu juga sebaliknya. Bahkan tarbiyah anak di dalam Islam tidak hanya berhenti saat orang tua sudah renta namun tetap berlanjut hingga meninggal dunia. Tarbiyah anak setelah meninggal dunia adalah dengan cara menulis wasiat untuk mereka. Inilah bentuk tarbiyah anak yang diperintahkan Islam kepada orang tua atau siapapun dari kaum muslimin. Sejatinya menulis wasiat tidak terbatas hanya untuk anak dan keluarga seperti pada umumnya, namun lebih luas dapat diperuntukkan kepada kaum muslimin pada umumnya.
Inilah diantara perkara yang hendaknya kaum muslim selalu mengingatnya dan segera menjalankannya. Begitu urgennya menulis wasiat ini karena di dalamnya terdapat banyak sekali mashlahat dunia dan agama. Namun begitu banyak orang yang malah menyepelekan hal ini, dan tidak segera melakukannya. Padahal setiap saat mereka menyaksikan, dan mendengar kematian mendadak di sekitarnya, yang kadang datang dengan tiba-tiba. Tidakkah cukup hal ini menjadi pelajaran untuk segera menulis wasiat? Allah berfirman:
وَيَقُولُونَ مَتَىٰ هَٰذَا ٱلْوَعْدُ إِن كُنتُمْ صَٰدِقِينَ مَا يَنظُرُونَ إِلَّاصَيْحَةًۭ وَٰحِدَةًۭ تَأْخُذُهُمْ وَهُمْ يَخِصِّمُونَ فَلَا يَسْتَطِيعُونَ تَوْصِيَةًۭ وَلَآ إِلَىٰٓ أَهْلِهِمْ يَرْجِعُونَ
Dan mereka berkata: “Bilakah (terjadinya) janji ini (hari berbangkit) jika kamu adalah orang-orang yang benar?”Mereka tidak menunggu melainkan satu teriakan saja yang akan membinasakan mereka ketika mereka sedang bertengkar. Lalu mereka tidak kuasa membuat suatu wasiat pun dan tidak (pula) dapat kembali kepada keluarganya. (QS. Yasin: 48-50)
Betapa banyak orang yang meninggal masih tertahan dengan hutangnya, betapa banyak orang yang kaya yang hartanya tiada memberi manfaat setelah kematiannya, betapa banyak kebenaran terabaikan, dan amanat belum tersampaikan karena sebab menyepelekan dari menulis wasiat?
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
“Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi no. 1078 dan Ibnu Majah no. 2413. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Wasiat adalah sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para nabi sebelum beliau. Maka seyogyanya seorang muslim mencontoh mereka dalam hal berwasiat kepada anak-anak dan kerabatnya dengan bertakwa kepada Allah dan berpegang teguh dengan agama. Memberikan wasiat kepada mereka sebagaimana wasiatnya Nabi Ibrahim dan Ya’kub kepada putra-putranya. Allah berfirman:
Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: “Tunduk patuhlah!” Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam”. Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. (QS. Al Baqarah: 130-133)
Wasiat dibagi menjadi beberapa keadaan: Wajib, Sunnah, dan Haram
Hukum wasiat menjadi wajib bagi muslim yang masih memiliki hutang atas hak-hak Allah, seperti nadzar, zakat, haji, dan sebagainya. Atau bagi yang masih memiliki hutang atas orang lain seperti harta dan sebagainya, dan sebaliknya dihutangi orang lain dan belum lunas.
Dari Abdullah bin ‘Umar berkata: bersabda nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
مَاحَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيْءٌ يُوصِي فِيهِ يَبِيتُ لَيْلَتَيْنِ إِلاَّ وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوبَةٌعِنْدَهُ.
“Seorang muslim tidak layak memiliki sesuatu yang harus ia wasiatkan, kemudian ia tidur dua malam, kecuali jika wasiat itu tertulis di sampingnya.” (HR. Bukhari)
Wasiat menjadi sunnah yang selayaknya dilakukan adalah bagi siapa yang diberikan keluasan harta. Hendaknya dia berwasiat menginfakkan sebagian dari hartanya pada amal-amal kebajikan, seperti sadaqah jariyah setelah kematiannya nanti. Wasiat seperti ini ada dua syarat:
Pertama: Tidak lebih dari sepertiga bagian hartanya. Sebagaimana dasarnya sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Sa’ad tatkala akan berwasiat menginfakkan hartanya, beliau bersabda: “Sepertiga saja, dan sepertiga itu banyak.” (HR. Bukhari)
Kedua: Wasiat sedekah harta untuk selain ahli waris, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Umamah ra dia berkata, bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ فَلَا وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala telah memberi masing-masing orang haknya, karenanya tak ada wasiat bagi ahli waris.” (HR. Abu Daud no. 3565, At-Tirmizi no. 2120, Ibnu Majah no. 2704, & dinyatakan shahih oleh Al-Albani dlm Irwa` Al-Ghalil no. 1655)
Wasiat menjadi haram jika menyelisihi syariat, seperti berwasiat supaya keluarga meratapinya setelah meninggal. Atau supaya memutus silaturahmi dengan seseorang, membuat gangguan kepada kaum muslimin, membalas dendam pada seseorang dan seterusnya. Wasiat-wasiat seperti ini tidak sah dan jangan dilaksanakan
Diantara faidah wasiat adalah sebagai berikut:
- Pahala yang besar bagi yang menulisnya berupa balasan ketaatannya kepada Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah berfirman:
وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُ ۥفَقَدْ فَازَ فَوْزًاعَظِيمًا
Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (QS. Al Ahzab: 71)
- Pahala yang besar jika dia berwasiat berupa nasehat-nasehat yang diharapkan timbul manfaat darinya
- Lepas tanggungan dari amalan yang menyelisihi syariat dan hak-hak harta yang tidak benar
- Akan memutus perselisihan yang dikhawatirkan akan terjadi sepeninggalnya. Menghentikan perselisihan yang bisa saja terjadi antara ahli waris pada nantinya.
Contoh Wasiat:
Diawali dengan memanjatkan puji syukur dan shalawat atas Nabi Muhammad.
Ini wasiat dariku Fulan bin Fulan. Dia bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya, dan dia bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. dia bersaksi bahwa Isa adalah hamba Allah dan rasul-Nya. bersaksi bahwa surga itu benar ada, neraka juga benar ada. Hari kiamat tiada keraguan padanya, dan sungguh Allah akan membangkitkan semua yang ada di kubur.
Aku wasiatkan kepada anak-anakku, keluargaku, kerabatku, dan seluruh kaum muslimin untuk senantiasa bertakwa kepada Allah. Aku berwasiat supaya segala hutangku dibayarkan jika aku memiliki hutang. Sepertiga hartaku tolong diberikan kepada si Fulan atau untuk sedekah jariyah. Anak-anakku yang masih kecil wali mereka adalah si Fulan, jagalah harta mereka hingga baligh.
Kemudian berwasiat tentang memandikan dan mengkafaninya hendaknya berdasar syariat Sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak meratapi kematiannya, tidak mengadakan tahlilan, yasinan, acara ‘empatpuluhharinan’ dan seterusnya. Kemudian menutup tulisannya dengan doa untuk dirinya supaya diampuni segala dosa, memohon rahmat, dan mohon dimasukkan ke dalam surga.
Supaya tambah yakin, wasiat ini hendaknya disaksikan dua orang laki-laki yang adil.
9.45 6/16/12