Tips Agar Anak Tidak Durhaka
Kejadian anak yang durhaka kepada orang tua di era saat ini sudah sangat merata, bahkan seakan sudah bukan hal yang aneh lagi bagi beberapa keluarga. Terkadang, ada anak yang tumbuh dalam sebuah keluarga yang serba kecukupan dan orang tua yang sangat menyayanginya, namun pada akhirnya anak durhaka juga kepada orang tuanya tersebut. Padahal ketika dalam sebuah keluarga tumbuh anak yang durhaka kepada orang tua, kehidupan keluarga tersebut laksana di neraka. Keluarga tiada menyenangkan, hanya berisi keputus asaan dan kemarahan. Setiap hari orang tua hanya memikirkan nasib anaknya, dan anak tidak mau tahu atas kegelisahan orang tua. Ada apa dan bagaimana mengurai masalah ini?
Banyak orang mengerti akan hak-hak mereka atas orang lain, namun sebaliknya tidak mengerti kewajiban mereka kepada orang lain. Perhatikan bagaimana beberapa orang kecewa atau bahkan mencaci orang karena tidak diberikan haknya, padahal ia sebenarnya lebih pantas dikecewai karena tidak melaksanakan tugas kewajibannya dengan baik. Contoh nyata seorang pegawai ingin gajinya naik, bahkan dengan cara berdemo dan menjatuhkan nama pimpinan namun saat itu tidak disertai meningkatkan tugasnya. Di sisi lain banyak orang mencaci kerja pemerintah, namun ia tidak mengerti kewajiban ia sebagai seorang rakyat. Demikian juga ada orang tua yang mengeluhkan anaknya yang durhaka, namun sedikit yang mau intropeksi kenapa anaknya bisa durhaka. Apakah justru faktor kedurhakaan anak adalah diri orang tua? Karena terkadang perlakuan orang lain kepada kita, berbalik dengan perlakuan kita kepada orang lain.
Anak adalah amanah kedua orang tuanya. Hati seorang anak suci laksana permata yang bersih dari segala cacat dan gambaran buruk manusia. Namun ia akan menerima apa saja yang ia dapatkan, dimana anak akan condong kepada yang biasa ia lihat. Jika ia terbiasa melihat kebaikan, ia akan terbiasa dengan sendirinya dan sebaliknya. Maka tidak pantas seseorang hanya menuntut haknya, di sisi lain mengabaikan kewajibannya. Orang tua yang mengeluhkan kedurhakaan anak, bisa jadi dialah yang belum mendidik mereka dengan agama dan akhlak, atau karena kurang memberikan kasih sayang, atau memperlakukan mereka dengan kekerasan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:
رَحِمَ اللهُ وَالِدًا أَعَانَ وَلَدَهُ عَلَى بِرِّهِ
“Semoga Allah menyayangi seorang ayah yang membantu anaknya untuk berbakti kepadanya” (HR. Ibnu Syaibah dalam Musnafnya)
Disamping perlakuan kasar orang tua, terkadang ada orang tua ketika memarahi anaknya sampai mengeluarkan umpatan-umpatan dan sumpah serapah yang bermakna doa keburukan. Orang tua tidak berpikir bahwa doanya tersebut bisa jadi dikabulkan, dan menjadi faktor rusaknya anak di masa mendatang. Rasulullah telah bersabda:
لاَ تَدْعـُوْا عَلَى أَنْفُـسِكُمْ وَلاَ تَدْعُوْا عَلَى أَوْلاَدِكُمْ لاَ تَدْعُـوْا عَلَى أَمْوَالِكُمْ، لاَ تَوَافِقُـوْا مِنَ اللهِ سَاعَةً يَسْأَلُ فِيْهَا عَطَاءً، فَيَسْـتَجِيْبُ لَكُمْ.
“Janganlah kalian mendo`akan keburukan kepada diri kalian, janganlah mendo`akan buruk kepada anak-anak kalian, janganlah mendo`akan buruk kepada harta-harta kalian, dan janganlah sampai (doa buruk kalian itu) bertepatan dengan waktu Allah ta’ala mengabulkan do`a, karena Allah akan mengabulkan do`a kalian.” (HR. Muslim)
Seseorang datang kepada Abdullah ibnu Al Mubarak dan mengeluhkan sifat buruk sebagian anaknya. Kemudian ia ditanya,”Apakah pernah kau berdoa keburukan untuknya?” Dia menjawab,”Ya.” Dia berkata,”Kamu telah merusaknya.”
Terkadang ada juga orang tua ketika melihat akhlak buruk anaknya, ia memperingatkan anak dengan ajaran agama namun dengan cara kasar. Pada akhirnya malah sang anak membenci ajaran agama. Allah berfirman:
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. (QS. An-Nahl: 125)
Demikian juga Allah memerintahkan Musa dan Harun supaya berkata kepada Firaun dengan perkataan yang lembut, padahal Firaun adalah orang sudah sangat melampaui batas dalam kekafirannya karena mengaku sebagai Tuhan. Allah berfirman:
اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى. فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَيِّنَاً لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah malampaui batas; maka berbicalah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut mudah-mudahan ia ingat atau takut”. (QS. Thaha: 43-44)
Kesimpulannya dari semua yang tersebut ini adalah agar orang tua selalu memperlakukan anak dengan baik, meski mereka berbuat salah. Karena kebaikan tidak terbatas balasan pada kebaikan yang dilakukan anak. Kebaikan bahkan bukan hanya diperuntukkan kepada orang-orang baik, namun hingga pada orang kafir sekalipun. Allah berfirman:
لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (QS. Mumtahanah: 8)
Allah juga memerintahkan supaya berbuat baik kepada orang tua meski mereka berdoa masih dalam kekafiran sebagaiman tersebut dalam surat Luqman ayat 15. Padahal tidak ada dosa atau kesalahan yang lebih besar daripada kekafiran. Maka jika seseorang yang melalaikan kewajiban dia kepada Allah saja kita diperintahkan untuk memperlakukannya dengan baik, bagaimana dengan anak yang berbuat kesalahan?! Perlakuan baik kepada anak adalah nomer satu dalam hal pendidikan anak.
Namun bukan berarti dalam hal ini, orang tua tidak menyalahkan anak jika memang sang anak berbuat salah. Contoh suri tauladan mendidik yang paling baik disini adalah pada diri Rasulullah. Baca dan renungi bagaimana Rasulullah mendidik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّمَا أَنَا لَكُمْ بِمَنْزِلَةِ الْوَالِدِ
“Sesungguhnya saya seperti orang tua kalian.” ((HR. Ahmad 2/247, Abu Dawud 1/3, Nasa’i 1/38, Ibnu Majah 1/114 dan dihasankan oleh Imam Al Albani dalam Shohihul Jami’ 2/284)
Pendidikan Rasulullah berdiri pada kelembutan, kasih sayang dan penuh persahabatan. Allah berfirman:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظَّاً غَلِيظَ الْقَلْبِ لانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Ali Imran: 159)
Rasullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
يَا عَائِشَةُ، إِنَّ اللهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لاَ يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ
“Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah Maha Rafiq. Allah mencintai kelembutan dan memberikan kepada kelembutan apa yang tidak Allah berikan kepada kekerasan, dan yang tidak Allah berikan kepada selainnya.” (Sahih, HR. Muslim)
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَمْ أَعْفُوعَنْ الْخَادِمِ فَصَمَتَ عَنْهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَمْ أَعْفُو عَنْ الْخَادِمِ فَقَالَ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعِينَ مَرَّةً
Pada riwayat yang lain, dikatakan bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, “Ya, Rasulullah, berapa kali saya harus memaafkan hamba sahayaku?” Rasulullah diam tidak menjawab. Orang itu berkata lagi, “Berapa kali ya, Rasulullah?” Rasul menjawab, “Maafkanlah ia tujuh puluh kali dalam sehari.” (HR. Abu Daud dan at-Turmuzdi)
Jika orang tua mendapatkan perlakukan buruk padahal ia telah berbuat baik kepada anaknya, maka ingat-ingatlah kedatangan hari pembalasan. Allah tak kan alpa memberi balas kepada siapapun yang telah berbuat baik. Janganlah berharap balasan kebaikan hanya dari sesama, namun berharaplah kepada Allah.
Abu Mas’ud al Badri Radhiyallahu ‘anhu pernah mengisahkan: “Aku pernah memukul budak lelakiku. Kemudian aku mendengar suara dari belakang: “Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud,” aku tidak memahami suara itu karena larut dalam emosi. Tatkala orang itu mendekat, ternyata adalah Rasulullah. Beliau berkata : “Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud. Sesungguhnya Allah lebih kuasa menghukummu daripada dirimu terhadap budak lelaki itu”. Ia kemudian berkata : “Setelah itu, aku tidak pernah memukul seorang budak pun”. Dalam riwayat lain : “Cambukku terjatuh dari tanganku karena kewibawaan beliau”.(HR Muslim).
Maka hendaknya orang tua mengubah mendidik anak dari dalih kekuatan dengan kekuatan dalih. Maknanya berusaha sekuat tenaga dan mencari cara bagaimana bisa mempengaruhi anak dengan pemahaman yang benar. Karena jika menang-menangan kekuatan fisik, tentu ‘pemenangnya’ adalah orang tua, namun dalam hal ‘menang-menangan’ kekuatan pikir, tidak selamanya. Kekuatan mempengaruhi dengan kata-kata seperti ini adalah cara kedua setelah mempengaruhi dengan suri tauladan dianggap kurang berhasil. Tentu pendidikan yang paling utama yang dapat memberikan pengaruh kepada anak adalah dengan tindakan dan contoh yang baik kepada anak. Ini yang utama, sebelum dengan kata-kata.
Kepada ayah dan bunda yang terhormat, janganlah kita menjadi faktor durhakanya anak-anak kita. Jangan jadikan anak kita dimurkai Allah karena durhaka kepada orang tua, hingga akhirnya mereka celaka di dunia dan akhirat. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda:
كَفَى بِالمَرْءِ إثْمَاً أنْ يُضَيِّ عَمَنْ يَقُوتُ
“Cukuplah dosa bagi seseorang, jika dia menyia-nyiakan (tidak memperhatikan) siapa yang menjadi tanggungannya.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Al Hakim)
Juga sabdanya
كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Setiap kamu semua adalah pemimpin, dan setiapmu akan diminta pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari)
Semoga Allah menjadikan kita semua orang tua-orang tua yang shalih, dan menganugerahkan kita putra putri yang shalih dan shalihah. Amiin.