Yakin!
Orang sakit tidak ragu minum obat pahit meski ia disuguhi makanan manis. Ia yakin obat yang pahit akan bisa menjadi sarana kesembuhan penyakitnya. Orang sakit rela berobat ke dokter langganan yang tempatnya jauh karena ia yakin dokter mampu memberikan obat yang cocok daripada berobat pada dokter yang lebih dekat. Di saat lain, ada seseorang yang bekerja pada suatu tempat dengan gaji yang kecil namun ia sangat nyaman dibandingkan tawaran kerja di tempat lain yang gajinya lebih besar. Ia yakin bahagia di tempat itu meski gaji tidak seberapa.
Inilah pentingnya kata yakin di balik sebuah perbuatan. Orang yang hobi panjat tebing akan cuek dengan perkataan seseorang yang berkata, “Dasar kurang kerjaan!” Demikian juga pemain bola tak akan menghiraukan seseorang yang berkata kepadanya, “Satu bola aja direbutin….” Mungkin ia juga serius menerangkan kepada ‘komentator’ itu tentang pentingnya bermain bola, mulai alasan ekonomi, budaya, sosial, politik, harga diri bahkan loyalitas pada negara! Ia sangat yakin memberebutkan satu bola itu kenikmatan dan kepuasan.
Demikianlah keyakinan menggerakkan sikap seseorang. Manusia akan melakukan segalanya berdasar keyakinannya. Hal-hal yang kadang menurut orang lain tidak masuk akal dan aneh tetap dilakukannya karena dasar keyakinan. Keyakinan yang baik akan membawa kepada amalan yang baik juga. Sedang keyakinan yang buruk juga melahirkan amalan yang buruk juga. Yang kedua inilah yang jadi masalah.
Banyak manusia yang jatuh ke dalam kebinasaan karena keyakinannya yang salah. Fir’aun menjadi manusia paling hina di muka bumi ini karena keyakinannya bahwa dia adalah Tuhan. Bani Israil disebut oleh Allah sebagai para manusia yang sesat, karena keyakinan mereka bahwa tak pantas Muhammad menjadi Nabi karena bukan dari keturunan mereka. Para pengumpul harta, begitu rajin menumpuk hasil kekayaannya dan bakhil membelanjakannya di jalan Allah karena berkeyakinan bahwa harta akan mengekalkannya. Harta akan menjamin kebahagiaan hidupnya. Para penyubur tradisi nenek moyang yang berseberangan dengan tauhid dan ajaran Islam akan tetap dalam kesyirikannya, karena mereka yakin perbuatannya adalah hal yang mulia bahkan berpahala. Para penurut hawa nafsu dan syahwat akan selalu berada dalam kemaksiatannya atas dasar keyakinan sumber kebahagiaan dan kepuasan atau anggapan itu mata pencahariaan satu-satunya.
Namun kebalikannya, perhatikan orang-orang dermawan yang senang membelanjakan hartanya di jalan Allah, orang-orang yang senang melakukan shalat, orang-orang yang berdzikir dan membaca Al Quran. Lihat juga orang-orang yang ringan dalam membantu sesamanya, meski dirinya pun pantas dibantu. Juga, orang-orang yang melakukan apa saja yang diperintahkan Allah, dan berusaha menjaga dirinya agar tidak terperosok ke dalam perbuatan yang tidak disukai Allah. Perbuatan mereka ini menurut orang lain seakan merugikan harta, keluarga, kehormatan, jabatan bahkan harga dirinya. Namun, ada keyakinan mantap di hatinya tatkala melakukan perbuatan ini. Mereka begitu yakin bahwa amalannya tidak akan sia-sia. Harta, diri, waktu, tenaga, dan segala yang ia keluarkan untuk Allah pasti berbalas kebahagiaan abadi. Yaitu, balasan langsung dari Allah Penguasa dirinya dan seluruh jagat raya ini. Di akhirat sana, ada surga yang abadi selama-lamanya, sebagai ganti dari seluruh amal shalihnya. Ia yakin dengan firman-Nya:
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّٰتُ ٱلْفِرْدَوْسِ نُزُلًا خَٰلِدِينَ فِيهَا لَا يَبْغُونَ عَنْهَا حِوَلًۭا
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah daripadanya.” (QS. Al Kahfi 107-108)
Semoga kita semua termasuk golongan orang-orang yang berobsesi terhadap akhirat, dan tidak terlena dengan kehidupan dunia yang fana ini. Allahummahdinaa…@ Rohmanto