THAHARAH, BERSUCI
Materi Pertama: Hukum Taharah
Thaharah hukumnya adalah wajib sebagaimana disebutkan di dalam Al Quran, Allah berfirman:
وَإِن كُنتُمْ جُنُبًۭا فَٱطَّهَّرُوا۟ ۚ
“…dan jika kamu junub maka mandilah.” (QS. Al Maidah: 6)
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
“…dan pakaianmu bersihkanlah.” (QS. Mudatsir:4)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ
“Kunci shalat adalah bersuci, tahrim (pembuka)nya adalah takbir, dan tahlil (penutup)nya adalah salam.” (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةً بِغَيْرِ طُهُورٍ
“Allah tidak menerima shalat seseorang tanpa bersuci.” (Muttafaq ‘alaih)
Thaharah (bersuci) itu ada dua yaitu batiniyah dan lahiriyah. Bersuci batiniyah yaitu menyucikan jiwa dari perbuatan dosa dan kemaksiatan dengan cara bertaubat secara sungguh-sungguh. Demikian juga menyucikan hati dari noda-noda syirik, iri, ragu, sombong, riya’ dengan keikhlasan, keyakinan, cinta kebaikan, jujur, rendah hati dan selalu berharap ridha Allah dengan niat dan amal yang shalih.
Sedang bersuci lahiriyah yaitu bersuci dari najis dan hadats. Bersuci dari najis yaitu menghilangkan segala macam najis dengan air suci, baik yang menempel di badan maupun pakaian pada orang yang mau melakukan shalat dan juga tempat shalatnya. Sedang bersuci dari hadats adalah dengan wudhu, mandi, dan tayamum.
Materi kedua: Sarana bersuci
Bersuci hanya bisa dilakukan dengan dua sarana yaitu:
- Air muthlaq, yaitu air yang masih asli sesuai awal ciptaannya atau disebut air murni. Ialah air yang belum bercampur dengan apapun yang mengubah sifatnya, baik yang mencampurinya itu najis ataukah tidak. Air seperti ini adalah air sumur, air mata air, air lembah, air sungai, air salju, dan air laut. Hal ini berdasar firman Allah:
وَأَنزَلْنَا مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءًۭ طَهُورًۭا
“…dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih.” (QS. Al Furqan: 48)
- Debu suci, yaitu segala permukaan tanah yang suci baik berupa tanah, pasir, batu ataupun debu. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi SAW:
“Telah dijadikan untukku, tanah sebagai tempat sujud dan alat bersuci.”
Debu bisa dipakai bersuci jika seseorang tidak mendapatkan air atau tidak mampu menggunakan air sebagaimana firman Allah SWT:
وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰٓ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌۭ مِّنكُم مِّنَ ٱلْغَآئِطِ أَوْ لَٰمَسْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا۟ مَآءًۭ فَتَيَمَّمُوا۟ صَعِيدًۭا طَيِّبًۭا فَٱمْسَحُوا۟ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍۢ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُۥ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“…dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS Al Maidah: 6)
Dan sabda Rasul SAW:
“Sesungguhnya debu yang suci adalah alat bersuci bagi seorang Muslim meski dia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun. Jika ia mendapatkan air, maka hendaknya dia mengusapkannya ke kulitnya.” (Hadits Hasan riwayat At Tirmidzi)
Materi ketiga: Najis
Najis adalah segala sesuatu yang keluar dari dua kemaluan manusia depan dan belakang (qubul dan dubur) berupa berak, air kencing, madzi (air yang keluar karena melihat lawan jenis dan mendorong syahwat), dan wadi (air yang keluar setelah air kencing karena unsur kecapekan). Termasuk najis juga segala kotoran binatang yang dagingnya diharamkan untuk dimakan, juga darah, nanah, atau muntahan dalam jumlah yang banyak. Termasuk najis juga adalah segala jenis bangkai atau hewan yang mati tanpa disembelih secara syar’i kecuali kulitnya yang disamak. Kulit bangkai yang sudah disamak (dikeringkan dengan benda kimia tertentu) tidaklah najis sebagaimana sabda Rasullah,”Kulit apapun yang sudah disamak adalah suci.” (HR. Muslim)
– Diambil dari kitab Minhajul Muslim
– Disampaikan dalam pengajian pasca haji KBIH Rindu Kabah 2014