Serbi-serbi Shalat Gerhana
Hukum shalat gerhana
Hukum shalat gerhana matahari dan bulan adalah sunnah muakkadah. Ada ulama yang berpendapat wajib.
Dalam pelaksanaannya disunnahkan secara berjamaah sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Namun jamaah ini bukanlah syarat, seseorang boleh saja melaksanakan secara munfarid (sendirian).
Disunnahkan dikerjakan di masjid sebagaimana hadits Aisyah:
خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِي حَيَاةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ ، فَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ. رَوَاهُ الْبُخَارِي
Gerhana pernah terjadi di masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Kemudian beliau keluar ke masjid dan orang-orang membuat shaf di belakang beliau. (HR. Bukhari)
Wanita juga berhak untuk melaksanakan shalat gerhana sebagaimana diriwayatkan Aisyah dan Asma melaksanakan shalat gerhana bersama Rasulullah SAW di masjid.
Dari Asma` binti Abi Bakr radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
أَتَيْتُ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – زَوْجَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – حِينَ خَسَفَتِ الشَّمْسُ ، فَإِذَا النَّاسُ قِيَامٌ يُصَلُّونَ ، وَإِذَا هِىَ قَائِمَةٌ تُصَلِّى فَقُلْتُ مَا لِلنَّاسِ فَأَشَارَتْ بِيَدِهَا إِلَى السَّمَاءِ ، وَقَالَتْ سُبْحَانَ اللَّهِ . فَقُلْتُ آيَةٌ فَأَشَارَتْ أَىْ نَعَمْ
“Saya mendatangi Aisyah radhiyallahu ‘anha -isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika terjadi gerhana matahari. Saat itu manusia tengah menegakkan shalat. Ketika Aisyah turut berdiri untuk melakukan sholat, saya bertanya: “Kenapa orang-orang ini?” Aisyah mengisyaratkan tangannya ke langit seraya berkata, “Subhanallah (Maha Suci Allah)”. Saya bertanya: “Tanda (gerhana)?” Aisyah lalu memberikan isyarat untuk mengatakan iya.”(HR. Bukhari no. 1053)
Waktunya
Waktu bisa dimulainya shalat gerhana adalah semenjak awal gerhana, dan berakhir dengan hilangnya gerhana. Tidak boleh memulai shalat sebelum gerhana terlihat sebagaimana sabda Nabi:
فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِىَ
Jika kalian melihat keduanya (gerhana matahari dan bulan), berdo’alah pada Allah, lalu shalatlah hingga gerhana tersebut hilang (berakhir).”(3 HR. Bukhari no. 1060 dan Muslim no. 904)
Shalat akan terlewat dengan selesainya gerhana secara keseluruhan. Jika gerhana telah selesai sebagian, maka shalat hendaknya diteruskan sampai selesai.
Jika tidak tahu terjadinya gerhana kecuali setelah selesai maka tidak perlu mengqadha’ shalat gerhana, karena shalat ini pelaksanaannya berkaitan dengan faktor gerhana dan hilang karena faktor selesainya gerhana. Maka tidak disyariatkan menqadha’nya.
Panggilan shalat gerhana
Dikumandangkan kalimat ash sholaatul jaamiah sebagaimana hadis dari ’Aisyah radhiyallahu ’anha, beliau mengatakan,
أنَّ الشَّمس خَسَفَتْ عَلَى عَهْدِ رَسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، فَبَعَثَ مُنَادياً يُنَادِي: الصلاَةَ جَامِعَة، فَاجتَمَعُوا. وَتَقَدَّمَ فَكَبرَّ وَصلَّى أربَعَ رَكَعَاتٍ في ركعَتَين وَأربعَ سَجَدَاتٍ.
“Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari. Beliau lalu mengutus seseorang untuk memanggil jama’ah dengan: ‘ASH SHALATU JAMI’AH’ (mari kita lakukan shalat berjama’ah). Orang-orang lantas berkumpul. Nabi lalu maju dan bertakbir. Beliau melakukan empat kali ruku’ dan empat kali sujud dalam dua raka’at.”(HR. Muslim no. 901)
Orang yang mengumumkan hendaknya mengulang-ulang kalimat tersebut di atas hingga dia perkiraan panggilannya sudah di dengar oleh orang-orang.
Tidak disunnahkan melakukan adzan ataupun iqamat untuk melaksanakan shalat gerhana
Tata cara dan bacaan di dalam shalat gerhana
Shalat gerhana adalah shalat dua rakaat dan setiap rakaat ada dua qiyam dan dua bacaan Al Quran, dua rukuk serta dua sujud.
Pertama: membaca Al Fatihahnya secara jahr baik siang maupun malam hari kemudian membaca surat yang panjang kemudian melakukan rukuk yang panjang juga. Kemudian bangkit dari ruku membaca sami’allohu liman hamidah kemudian tidak sujud tapi membaca Al Fatihah dan surat yang panjang namun lebih pendek dari yang sebelumnya. Kemudian rukuk lagi, dan bangkit dari ruku’ kemudian sujud sebanyak dua sujud dengan sujud yang lama. Kemudian bangkit di rakaat kedua. Rakaat kedua ini cara melakukannya sama seperti pertama namun lebih pendek bacaan dan gerakannya di banding dengan yang pertama. Kemudian shalat diakhiri dengan tahiyat dan salam.
Ringkasnya:
- Niat
- Takbiratul Ihram
- Doa iftitah
- Taawudz dan membaca Al Fatihah
- Membaca surat yang panjang
- Takbir kemudian ruku’yang lama
- Bangkit membaca sami’allohu liman hamidah kemudian membaca Al Fatihah dan surat yang lebih pendek dari sebelumnya
- Takbir untuk Ruku’
- Ruku’ yang lama tapi lebih pendek dari sebelumnya
- I’tidal kemudian bertakbir untuk sujud
- Sujud yang lama
- Duduk diantara dua sujud
- Sujud yang lama tapi lebih pendek dari sebelumnya
- Bangkit dan dirakaat kedua melakukan seperti rakaat pertama namun bacaannya lebih pendek
- Tahiyat
- Salam
Shalat hendaknya bacaan Al Fatihah dan suratnya dijahrkan baik di waktu siang maupun malam berdasarkan Bukhari Muslim:
جَهَّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَلاَةِ الْخُسُوْفِ بِقِرَاءَتِهِ
Nabi shallallahu alaihi wasallam menjaharkan bacaannya ketika shalat gerhana. (HR. Bukhari dan Muslim)
“Aisyah menuturkan bahwa gerhana matahari pernah terjadi pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan mengimami manusia dan beliau memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau ruku’ dan memperpanjang ruku’nya. Kemudian beliau berdiri lagi dan memperpanjang berdiri tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang sebelumnya. Kemudian beliau ruku’ kembali dan memperpanjang ruku’ tersebut namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya. Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at berikutnya beliau mengerjakannya seperti raka’at pertama. Lantas beliau beranjak (usai mengerjakan shalat tadi), sedangkan matahari telah nampak.”(20 HR. Bukhari, no. 1044)
Ada riwayat yang menyampaikan ukuran panjang rakaat pertama shalat gerhana adalah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas berikut:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ قِيَامًا طَوِيْلُا ، نَحْوَا ِمنْ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ .
Bahwasannya Nabi shallallahu alaihi wasallam berdiri lama seukuran membaca surat Al Baqarah. (HR. Bukhari dan Muslim)
Tidak memperlama bangkit dari ruku’ yang kedua dan juga tidak memperlama duduk antara dua sujud dan tasyahud.
Shalat sah dengan bacaan surat apapun setelah Al Fatihah, namun yang utama adalah surat yang panjang
Disunnahkan memperbanyak dzikir, istighfar, takbir, sadaqah, mendekatkan diri kepada Allah dengan apa yang dimampu, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللهَ وَكَبِّرُوْا، صَلُّوْا وَتَصَدَّقُوْا
Jika engkau melihat gerhana maka berdoalah kepada Allah dan bertakbirlah, shalatlah dan bersadaqahlah. (HR. Bukhari)
Sebagian ulama berpendapat boleh melaksanakan shalat dua rakaat seperti shalat sunnah biasa untuk gerhana ini. Wallahu a’lam
Khutbah
Disunnahkan imam memberikan tausiyah kepada jamaah setelah shalat gerhana selesai dilaksanakan. Hendaknya imam memberikan peringatan kepada mereka dari kelalaian hidup dan memberikan arahakan mereka untuk memperbanyak doa dan istighfar sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi SAW, beliau berkhutbah setelah shalat gerhana dengan sabdanya:
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوْا اللهَ وَكَبِّرُوْا، صَلُّوا وَتَصَدَّقُوْا
Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua ayat tanda kekuasaan dari ayat-ayat Allah. Tidaklah dia gerhana karena kematian ataupun kehidupan seseorrang. Jika kamu semua melihat gerhana maka berdoalah kepada Allah dan bertakbirlah. Shalatlah dan bersadaqahlah. (HR. Bukhari)
Selesainya shalat gerhana
Disunnahkan shalat gerhana ini berlangsung terus hingga selesainya gerhana dan bulan atau matahari kembali bentuknya seperti semula.
JIka telah selesai shalat sebelum gerhana habis maka tidak perlu melakukan shalat gerhana lagi, akan tetapi hendaknya memperbanyak doa sebagaimana sabda Rasul SAW:
فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِىَ
Jika kalian melihat keduanya, berdo’alah pada Allah, lalu shalatlah hingga gerhana tersebut hilang (berakhir).” (HR. Bukhari no. 1060 dan Muslim no. 904)
JIka gerhana selesai sementara shalat belum kelar, maka hendaknya shalatnya tetap disempurnakan secara ringkas dan tidak boleh memutus shalat atau membatalkannya.
Masbuq (orang yang terlambat shalat)
Seseorang yang terlambat mendapatkan ruku’ yang pertama maka dia sudah ketinggalan rakaat. Artinya jika seseorang bergabung jamaah shalat gerhana setelah imam mengangkat kepalanya dari ruku yang pertama maka ia terhitung tertinggal pada rakaat ini dan hendaknya menyempurnakannya.
Menyempurnakan rakaat yang tertinggal bagi masbuq adalah dengan cara rakaatnya shalat gerhana, yaitu tetap dengan dua bacaan Al Fatihah dan surat, dua rukuk, dua sujud dan hendaknya memanjangkannya selama masih ada gerhana dan meringkasnya jika gerhana sudah usai.
Wallahu ta’ala a’lam
Disarikan dari web saaid.net dan rumaysho.com
Gunungsempu Sejuk, 04 April 2013