Pertolongan Allah, Sampai Juga di Rumah Sakit (2)
Setelah beberapa saat istirahat, kami mencoba menelpon pihak Rumah Sakit tentang kondisi kami saat itu. Kami sampaikan mohon maaf atas keterlambatan kedatangan kami karena memang keadaan yang dak sangat sulit. Jarak yang jauh, dan tidak adanya transportasi. Namun kami harus membawa Bapak Umar Syahid ke rumah sakit karena tenaganya yang semakin melemah.
Terbayang kemustahilan jadwal cuci darah yang bisa diundur. Harusnya jam 12 siang tadi. Namun jangankan sampai rumah sakit, di waktu itu bisa sampai ke hotel saja alhamdulillah. Teringat beberapa hari sebelumnya, saat kami mengantarkan cuci darah di Rumah Sakit tersebut, ada pasien yang datang untuk cuci darah karena keadaannya melemah sedang jadwal cuci darahnya masih sehari lagi. Wajar saja para perawat menolak karena mesin cuci darahnya sedang terpakai semua. Pasien sampai nangis-nangis pun tidak diberikan izin untuk bisa cuci darah. Dan akhirnya pasien disarankan untuk ke Rumah Sakit lain yang masih ada mesin kosong.
Tapi, saat kami telpon pihak Rumah Sakit, pertolongan Allah itu nyata dekatnya. Setelah kami sampaikan segala alasan kami, surprise masya Allah pihak Rumah Sakit bisa memberikan jadwal jam 16.00 sore hari itu juga. Alasannya banyak pasien lain yang tidak bisa datang, dan banyak mesin yang masih kosong. Wajar saja, kami pun susah payah sampai saat itu belum dapat kendaraan. Subhanallah, masya Allah bersegera kami bersiap ikhtiyar mencoba kembali mencari taksi. Kami tengok lewat jendela terlihat lalu lintas mulai sedikit teratur ketimbang siang tadi. Saat itu sekitar jam 15.00. Sesampai di jalan raya, langsung ada taksi menghampiri. Menawarkan harga sekitar 4 kali lipat dari hari biasanya dengan alasan jalanan akan macet, dan memang hari itu sangat jarang taksi. Allahu akbar, walhamdulillah tentu kami langsung menyetujui berapa pun yang dia tawarkan! Alhamdulillah dia mau mengantar. Setelah menyusur terowongan, mulailah ada kemacetan-kemacetan dan kegaduhan antar para sopir di jalanan karena ‘senggolan’ mobil-mobil mereka. Maklum, orang Arab. Selama perjalanan itu kami saksikan mungkin ada sekitar 4 kali kegaduhan karena kecelakan-kecelakan kecil ini.
Setelah sekitar satu jam taksi sampai di Rumah Sakit. Semua perawat menyambut dengan hangat dan langsung menghantarkan Bapak Umar Syahid ke mesin cuci darahnya. Benar terlihat bahwa banyak mesin cuci darah yang kosong. Pasien banyak yang tidak datang dan kami yakin karena sulitnya transportasi. Setelah memastikan cuci darah sudah mulai berjalan dengan baik, kami menunggu di ruang tunggu. Sesekali masuk berkomunikasi dengan para perawat saat dipanggil dan menanyakan perihal beliau. Dan, yang menjadi kesungguhan kerajaan Saudi Arabia dalam memuliakan para jamaah haji, bukan hanya pasien yang dirawat dengan gratis namun keluarga dan yang menunggu pun dilayani dengan baik dan diberikan makan minum gratis. Kami terima nasi kotak pemberian Rumah Sakit yang berisi nasi bukhari -yaitu sejenis nasi goreng- dengan lauk daging dan diberi sayuran dan buah anggur beberapa butir. Enak, Alhamdulillah. Tentang air gelas tersedia di kulkas di samping ruang tunggu dan juga disediakan gratis berapapun dan untuk siapapun.
Setelah dua jam menunggu akhirnya proses cuci darah selesai. PR berikutnya adalah bagaimana menempuh jalan pulang menuju Mina. Perlu dibayangkan oleh para pembaca bahwa Rumah Sakit sangat jauh dari hotel kami, apalagi dari komplek Mina. Mina tempat yang akan kami tuju adalah sebuah komplek tersendiri jauh dari pemukiman warga Mekah. Mina adalah komplek lautan tenda yang hanya dipergunakan di musim haji. Memasuki tempat ini harus melalui pos-pos polisi dengan pemeriksaan super ketat. Hanya para sopir yang mengantongi izin dan wajib membawa jamaah haji yang bisa masuk ke Mina ini. Perjuangan pulang yang akan lebih dahsyat dimulai.
(Bersambung)