Barang Gadai Tidak Boleh Dipakai
๐Saat melakukan akad pinjam meminjam atau jual beli kredit biasanya pemberi pinjaman atau kreditur meminta barang gadai dari peminjam uang atau pembeli kredit sebagai jaminan yang menguatkan keseriusan mereka pada akad tersebut. Hal ini dibolehkan sebagaimana firman Allah:
ููุฅููู ููููุชูู
ู ุนูููู ุณูููุฑู ููููู
ู ุชูุฌูุฏููุง ููุงุชูุจูุง ููุฑูููุงูู ู
ูููุจููุถูุฉู
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang (oleh yang berpiutang)…(QS. Al Baqarah: 283)
Pada saat jatuh tempo ternyata kreditur atau peminjam tidak bisa melunasi, maka barang gadai ini bisa dijual, kemudian setelah laku dipotong utangnya dan sisanya dikembalikan kepada pemilik.
๐Namun perlu diketahui bahwa barang gadai ini selama akad pinjam berlangsung tidak boleh dipergunakan oleh pemberi hutang. Haram atas dia untuk memanfaatkan barang tersebut karena termasuk riba atau mengambil keuntungan dari hutang yang ia berikan. Kaidah dalam fikih:
ููููู ููุฑูุถู ุฌูุฑูู ู
ูููููุนูุฉู ูููููู ุฑูุจูุง
โSetiap pinjaman yang membawa manfaat keuntungan adalah riba.โ (Al Mawardi, _Al Hawi_, jilid V, hal 356, Sihnun, Al Mudawwanah Al Kubra 4/133).
Abdullah As Samarqandi berkata: “Pemberi utang tidak halal menggunakan barang gadaian dalam kondisi apapun, sekalipun pemilik barang gadaian mengizinkannya, karena ini adalah riba: dimana penerima pinjaman membayar utang penuh dan keuntungan menggunakan barang gadaian adalah tambah utang. Ini jelas riba.’ ( _Al Mughni_ jilid IV, hal 288-289).
๐ฆNamun jika dia mengambil biaya penitipan barang, karena barang itu butuh perawatan semacam makhluk hidup yang harus diberi makan setiap hari maka diperbolehkan. Bisa juga dia menggunakan barang gadai tersebut untuk menghasilkan keuntungan, dan keuntungannya sekedar untuk bea penitipan seperti untuk makan dan keamanan kandangnya. Nabi shalallahu alaihi wa salam bersabda: “_Hewan ternak yang digadaikan boleh ditunggangi dan diperah susunya oleh pemberi pinjaman jika ia telah mengeluarkan biaya.” (HR. Bukhari)
โPraktek di masyarakat justru kebalikannya. Seperti akad _sender_ di masyarakat Jawa pedesaan. Seseorang yang hutang kepada orang kaya, mereka menjaminkan sawahnya. Kemudian selama hutang itu belum dikembalikan maka pemberi hutang ini akan menggunakan sawahnya dan mengambil keuntungan dari sawah tersebut. Dalam kasus yang lain, beberapa lembaga keuangan mengutip biaya perawatan barang gadai jauh lebih mahal dari biaya perawatannya, yang sebenarnya adalah kamuflase dari riba yang diharamkan. Praktek ini tentu hendaknya segera dihentikan karena dosa riba sangat besar.
๐พGrup RiyadhulQuran.Com