Sumber Masalah Manusia dan Solusinya
Sumber Masalah manusia itu ada dua baik dalam masalah duniawi maupun ukhrawi. Kaum muslimin setiap hari bermohon kepada Allah supaya tidak masuk tertimpa ke dalam kelompok yang memiliki dua masalah ini. Permohonan bukan bukan hanya sekali dalam sehari tapi bahkan minimal sampai tujuh belas kali. Ya benar, permohonan ini tercantum dalam surat Al Fatihah di dalam setiap shalat fardhu kita.
Dua masalah itu apa? Dalam bahasa arab disebut sebagai _Ifrath_ dan _Tafrith._
Ifrath adalah sikap berlebihan, sedang tafrith adalah sikap menyepelekan.
Dalam dimensi antar agama, Ifrath dilakukan orang Nasrani _(Adh Dhallin)_ yaitu kelompok yang menganggap Nabi Isa alaihissalam adalah anak tuhan yang harus disembah. Sementara tafrith dilakukan orang Yahudi _(Al Maghdhub alaihim)_ dimana mereka adalah kelompok yang mengetahui kebenaran risalah Muhammad shalallahu alaihi wassalam dan Nabi-nabi sebelumnya tapi mereka menyepelekan, mendustakan bahkan membantai para utusan Allah ini. Allah mengajari kita supaya ditetapkan di jalan kelompok _an’amta alaihim_ yaitu jalan tengah-tengah, jalannya para nabi, orang-orang yang membenarkan risalah mereka, _syuhada’_ dan orang-orang shalih. Inilah kenapa Umat Islam juga disebut Allah sebagai _ummatan wasatho_’ atau umat yang tengah-tengah. Umat yang tidak Ifrath dan umat yang tidak tafrith.
Dalam intern agama Islam sendiri ada kelompok-kelompok yang terjatuh dalam sifat ini. Keberadaan merekalah yang menjadi sumber masalah sehingga Islam tercoreng namanya. Islam yang Hanif nan lembut ini tergambar sebagai agama yang keras dan ekstrim. Kelompok lain dalam Islam ini menggambarkan sebaliknya bahwa Islam adalah agama yang terlalu bebas. Islam sama dengan agama lain. Jalannya saja yang berbeda, tapi tujuannya sama.
1. Kelompok yang pertama diusung oleh orang-orang ekstrim, para teloris, para khawarij yang bermudah mengkafirkan sesama muslim, kelompok yang bermudah menyesatkan sesama muslim, dan mentabdi’ saudara muslim hanya gara-gara berbeda paham berbeda guru berbeda madzhab, berbeda dalam memahami nash yang notabene biasanya hanya masalah furu’iyyah saja. Kelompok ini luar biasa bandelnya. Mereka menyangka apa yang dilakukan adalah mencerminkan Islam itu sendiri. Padahal bisa jadi Islam mereka yang disebut Nabi sebagai ‘anak panah yang keluar dari busurnya.’
2. Kelompok yang kedua adalah yang bermudah-mudah dan cenderung menyepelekan agamanya. Yang halal dikatakan haram dan yang haram dikatakan halal. Nash alQuran dan hadits diputar balik maknanya sesuai keinginan dan hawa nafsunya semata. Sering kali maksud suatu nash diubah supaya sesuai dengan maksud diri dan kelompoknya. Untuk kelompok kedua ini dedengkot zaman ini adalah orang-orang liberal. Tak heran diantara mereka ada yang mengatakan LG*T boleh, Buka aurat boleh, Zina asal sama suka boleh, poligami haram, pembagian waris seperti Alquran haram, hukum pengadilan Islam sudah tidak cocok dan tidak berlaku di zaman ini, dan sebagainya.
Dalam masalah duniawi ternyata Islam juga mengatur supaya seseorang tidak terjatuh pada dua sumber masalah ini yaitu Ifrath dan tafrith. Contoh misal dalam masalah makan; jangan berlebihan ketika makan, dan jangan berlebihan dalam berpuasa/tidak makan. Rasul shalallahu alaihi wassalam suatu saat sangat marah dengan seorang wanita yang terus menerus berpuasa tidak henti, terus menerus tahajud sepanjang malam dan tidak mau menikah. Ini adalah Ifrath dalam agama. Dalam muamalah terlarang _ihtikar_ atau menimbun karena itu berlebihan. Dalam berpakaian terlarang tabarruj karena itu berlebihan. Dalam pernikahan terlarang memiliki gundik karena itu berlebihan. Dalam akad terlarang riba karena itu berlebihan. Meminjami uang itu ranah membantu, bukan membisniskan. Demikian beberapa contoh Ifrath dalam masalah duniawi.
Sikap ahlussunah wa jamaah adalah bersikap _inshof, tawassuth_ atau tengah-tengah dan adil dalam menyikapi. Jangan berlebihan dan jangan menyepelekan. Misal yang akhir-akhir ini adalah dalam masalah keutamaan Nisfu Sya’ban ada kelompok yang berlebihan, dan ada kelompok yang menyelepekan. Gara-gara banyaknya hadits dhaif, kemudian _gebyar uyah_ pukul rata bulan ini tidak ada kemuliaan sedikitpun. Padahal faktanya ada hadits yang shahih yang menyebutkan. Pernah juga penulis ditegur tatkala posting kemuliaan bulan Rajab. Rupanya sang penegur terbiasa membaca dan mendengar bid’ah-bid’ah bulan Rajab tapi dia tidak mengimbangi dengan membaca kemuliaan bulan Rajab. Pun demikian juga di bulan Sya’ban yang Rasulullah sampai mengatakan ini bulan yang kebanyakan orang lalai. Lalai untuk beramal di dalamnya, karena menganggap ‘tidak ada’ sesuatu di dalamnya.
Dalam masalah Corona Covid-19 ini, sumber masalah juga karena dua hal tadi: berlebihan dan menyepelekan. Ada yang berlebihan menebar ketakutan dan kegelisahan bahkan sampai membuat dan menyebarkan berita-berita hoax seakan tidak ada harapan lagi bagi umat, dan sebaliknya ada yang sangat menyepelekan, menganggap semua ini hal biasa sehingga tidak perlu mengindahkan himbauan para ulama untuk ibadah di rumah, himbauan para ahli kesehatan untuk berlaku hidup bersih dan himbauan pemerintah untuk melakukan physical distancing.
Bersikaplah inshof tawassuth supaya selalu selamat dalam masalah duniawi dan lebih-lebih masalah ukhrawi. Jika kita tidak tahu mana hal itu, maka terbaik adalah mengikuti fatwa para ulama yang mana mereka adalah para pewaris nabi. Ikuti juga para ahli dalam ilmu di bidangnya masing-masing. Semoga bermanfaat.
Hadits Nabi:
إِنَّ الدِّيْنَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّيْنَ إِلاَّ غَلَبَهُ “
“Sesungguhnya agama ini mudah. Dan tiada seseorang yang mencoba mempersulit diri dalam agama ini melainkan ia pasti kalah (gagal).” [HR. Bukhari]
🏡Ust. Rohmanto, Lc. M.S.I
Pesantren Riyadhul Quran